Senin, 08 September 2025

Sehari lagi - Alasan hidup

Pagi ini aku terbangun, (sayangnya).

Ya, sayang sekali, karena aku berharap tidak bangun pagi ini.

Sekuat tenaga aku berusaha membangunkan tubuhku, berat sekali.
Jangankan bangun, buka mata saja berat karena air mata terus mengalir.

Ya, aku masih harus hidup sehari lagi, hari ini.

Setelah emosi sedikit mereda, aku mulai bertanya pada diri sendiri: apa yang membuatku masih ingin hidup?

Pertanyaan itu terus bergema di dalam kepalaku, seperti bisikan yang terus mengulang tanpa henti.
Aku mencoba mencari jawabannya, namun yang kutemukan hanya hening.
Hening yang menyakitkan.
Hening yang membuatku sadar, mungkin sebenarnya aku tidak punya alasan yang cukup.

Dari sekian banyak orang-orang yang menyayangiku, bahkan tidak cukup untuk membuatku ingin hidup. 

Tapi, justru karena aku terlalu mencintai mereka. 

Aku, manusia gagal ini, takut lebih mengecewakan lagi. Aku bukan lagi seseorang yang mereka banggakan, aku manusia gagal.

Tapi... kenapa aku bertanya?

Setidaknya ada secuil bagian dari otakku yang ternyata masih berfungsi dan bisa mempertanyakan. 

Aku menatap langit-langit kamar  dengan cahaya pagi menembus tirai, dan menemukan jawaban.

Aku tidak butuh alasan apapun untuk tetap hidup. 

Aku hidup karena aku masih harus hidup, dan selama masih harus hidup maka aku harus menjalani sebaik-baiknya.

Mandi, menyeduh kopi, menikmati beberapa gorengan yang tersaji di meja, bekerja, menjalani dan menikmati setiap detik yang berlalu seolah ini hari terakhir ku didunia. 

Memberi senyum kepada setiap orang yang kutemui, memastikan meninggalkan kesan yang baik untuk orang-orang yang besok akan kutinggalkan. Walaupun aku tahu, sekejap saja aku akan dilupakan dari dunia ini. 

Akhirnya hari ini terlewati, sisa beberapa jam yang akan kuhabiskan dalam lelap.

Semoga besok perih ini hilang, bukankah itu berarti aku sudah tidak ada lagi?

Bagaimana kalo masih harus hidup.

Aku menarik napas panjang, berat, lalu bergumam lirih pada diriku sendiri:
"Baiklah. Satu hari lagi. Hanya satu hari lagi.

Sehari Lagi - Hancur

Aku terduduk, diam, memandangi hidup yang hancur di depan mataku.

Aku tidak bisa menyangkal lagi. Aku merasa gagal.

Gagal menjadi istri, gagal menjadi ibu, gagal menjadi anak, gagal menjadi manusia.


Segala hal yang kubangun, runtuh.

Semua usaha, semua lelah, semua pengorbanan, semuanya tidak ada artinya lagi.


Atas hal yang tidak kumengerti alasannya.


Perlahan aku mencoba memungut serpihan satu per satu,

tapi entah kenapa… berat sekali.


Bingung harus mulai dari mana.


Sekilas aku melihat sekeliling.

Beberapa tembok masih berdiri rapi, ada beberapa yang masih menemani.

Tapi melihat mereka terluka, membuatku semakin terluka.


Kata-kata itu terus terngiang.

"kamu gagal! kamu tidak kompeten!" dan berbagai kalimat mengintimidasi

Anehnya aku terhipnotis dan percaya.

Aku meng-amini betapa bodoh dan naifnya aku selama ini, mengerjakan segala sesuatunya dengan tulus, padahal ada tujuan lain yang tidak kumengerti yang kuabaikan, kukira kami sama-sama tulus.

Aku membiarkan kata-kata itu membentuk ulang diriku.

Bukan jadi versi yang lebih kuat, tapi lebih hancur.

Aku mengamini aku bodoh, aku gagal dan aku hancur.


Menangis pun aku tak pantas.

Katanya “drama”, itu “pura-pura” agar dapat simpati, atau malah dikira “kesetanan.”

Aku, yang bahkan selalu menyembunyikan perasaan dan terpaksa membiarkan air mata mengalir karena tidak mampu lagi membendungnya. Aku mengijinkan diri ini terlihat rapuh.

Tidak ada lagi yang dipertahankan didunia ini, tidak ingin apapun.

Bahkan aku tidak lagi dapat membedakan mana yang nyata dan mana yang fana.


Saat ini, semua yang kulakukan tampak salah.

Rasanya, terlahir ke dunia pun yang sudah dan pernah ku perbuat.

Salah.


Dan luka itu terlalu dalam.


Batin tidak lagi sanggup melawan.

Aku hanya mampu bertahan, semampuku.

Berdiri sebisanya, walau gemetar.

Bukan untuk menunjukan diri pada siapapun, kecuali pada diri sendiri.

Menyadarkan, bahwa aku masih hidup.

Walau dalam hati… aku merasa mati.


Bernafas saja walau sambil menangis, yang penting bernafas.

Mari kita hidup sehari ini saja.

:)