Sabtu, 12 Desember 2020

13 DESEMBER 2020 KETINGGALAN PESAWAT

Ga tau kenapa sama hari ini. Jam 12 malam dimulai dengan Packing dadakan karena flight yg seharusnya senin di pindah ke minggu karena ada meeting di hari minggu dan senin pagi. Berat bgt rasanya tp ttp berusaha dijalanin. Jam 1.30 saat packing hampir beres, Sean bangun dan entah kenapa ngajak main. Karena akan ditinggal cukup lama, saya temenin sampe dia tertidur lagi.
Jam 2.30 saya mandi dan bersiap-siap untuk berangkat. Entah kenapa berat bgt rasanya.
Jam 6 pagi saya tiba di Bandara, seperti biasa selalu kepagian, tp gpp lah. Di terminal 3 banyak yg bisa dilihat, saya pikir gitu.
Dan yup banyak yang bisa di liat, liat pesawat bolak-balik dan akhirnya deket-deket keberangkatan saya memutuskan untuk beli kopi starbucks.
Bukannya buru-buru mencari tau tentang keberangkatan, saya malah duduk, buka email dan balas beberapa whatsapp. Ceritanya pengen selalu produktif, yang ada? Ketinggalan pesawat.
Hah? Kok bisa? Ga ngerti yang jelas kenyataannya saya ketinggalan pesawat.
Padahal saya duduk di starbucks 6 meter dari gate keberangkatan.
Aneh. Iya memang aneh bgt.
Tadinya saya pengen menyebutnya sial.
Bayangkan saja, saya sudah sangat berusaha supaya bisa dapet tiket dan kenyataannya saya sendiri yang mengacaukannya.
Sampe berkali-kali saya cek apa yang saya lakukan di 15 menit terakhir itu. Balas wa wa ga penting, baca info-info ga penting dan saya menyebutnya DISTRACTION.
Seringkali hal yang ga penting menjadi sebuah distraction untuk mengalihkan kita dari sesuatu yang ga penting.
Silahkan definisikan sendiri apa arti yang penting dan ga penting dalam hidup kita. Apakah sepatu keren dan tas mahal itu penting? Apakah membahagiakan orangtua itu penting? Apakah menghabiskan waktu untuk liat tokopedia dan shopee itu penting? Lebih penting mana dengan menghabiskan waktu untuk membangun komunikasi dengan pasangan dan anak-anak kita?
Jangan-jangan hal-hal remeh yang selama ini kita nikmati membuat kita "ketinggalan pesawat". 
Bukan berarti gagal sepenuhnya, tapi bayangkan saja. Tiket hangus. Beli tiket baru. Ambil bagasi, jalan ke shuttle menuju terminal yang lain. Karena tidak ada dgn rute yg sama terpaksa harus mencari rute lain, lebih panjang, lebih melelahkan. Antri untuk check in lagi, lalu pesawatnya delay. Lapar. Berniat menunggu sambil menyelesaikan beberapa pekerjaan, kenyataannya entah kenapa laptop jatuh dan layarnya mati. Sehingga menunggu dengan tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya bengong, mata perih karena menangis sendiri menyesali, kesal, ingin marah tapi ga tau sama siapa.
Belum lagi membayangkan 5 jam perjalanan darat yg harus ditempuh dari bandara ke kota tujuan. Karena rute semula tidak tersedia.
Akhirnya mungkin bisa sampai, tapi ga semudah saat kita fokus dan tidak membiarkan diri kita ter DISTRACT oleh hal-hal yang ga penting.
Oya satu kebodohan yg saya lakukan juga adalah karena saat itu saya lebih memilih mendengar apa yang saya mau dengar bukan apa yang seharusnya saya dengar.
Harusnya saya pasang telinga untuk mendengar panggilan boarding, saya terlalu menyepelekan, memakai earphone sebelah kuping, sok tau, dan memilih mendengarkan lagu yang saya suka. Bodoh. Iya bodoh.
Saya jadi menyadari betapa bodohnya saya selama ini. Saya lebih memilih mendengarkan suara hati saya sendiri. Keegoisan saya, apa yg menyenangkan buat saya. Saya tidak mendengar apa yang SEHARUSNYA saya dengar. Padahal saya tau seharusnya saya dengar-dengaran pada suara siapa? Saya terlalu menyepelekan, sok tau, sok pinter, akhirnya... saya banyak melewatkan berkat dan kebaikan yang seharusnya menjadi bagian saya.
Bukan Tuhannya yang ga baik, tapi sayanya yg bodoh. Tapi Tuhan tetep baik. Ada kesempatan yang baru buat kita setiap hari, walaupun selalu ada konsekuensi dari setiap hal yang kita lakukan.
Dan kalo kita masih bisa melihat ada kesempatan baru, bersyukurlah. Setidaknya sekalipun ketinggalan pesawat, tapi kita tidak pernah ditinggalkannya.

Rabu, 04 November 2020

Dihari itu

"Bukan sebuah kondisi yang buruk sebenernya, mengingat banyak orang yang mengalami hal yang lebih buruk. Saya tidak merasa perlu diberi empati apalagi dikasihani. Saya baik-baik saja menjalani kehidupan saya. Semua baik-baik saja seandainya saya tidak membuat kekacauannya sendiri."

Sepenggal kalimat dari apa yang saya tulis hari itu.

Sebuah tulisan panjang yang selalu saya buat saat pikiran lagi ga karuan. Menulis menjadi sebuah jalan untuk mempertahankan kewarasan ini. Entah mungkin udah ga waras juga, tapi setidaknya masih terlihat waraslah ya.

Di hari yang sama, ternyata kamu sedang berjuang. Tidak sebanding memang dengan beratnya perjuanganku hari itu. Walau selalu saja manusia merasa bebannya sendiri yang terberat. Hebatnya, kamu bisa tetap tersenyum dalam keadaan buruk sekalipun. 

Akhirnya Tuhan mempertemukan kita, entah untuk maksud apa yang pasti saya percaya Dia ingin kita bahagia. Ya, saya bahagia sekali sejak pertemuan pertama kita. Kamu memberikan harapan, kamu menghangatkan hati saya yang mulai dingin, kamu membuat saya tertawa, kamu membuat saya jatuh cinta.

Saya terlalu percaya ini cara Tuhan untuk menunjukkan cintaNya pada saya. Kehadiran kamu membuat saya tahu Dia mendengar semua doa saya, bahkan yang tidak terucap sekalipun. 

Perjalanan kita ga akan mudah, saya tahu itu. Tapi karena saya tahu siapa yang mempertemukan kita, saya tenang. Karena Dia ga mungkin salah. Dia tahu kita mampu untuk saling menjaga.

Kamu lihat kan, banyak bekas luka di hati ini. Tp ini hanya sebuah bekas. Bukti bahwa saya pernah melewati semuanya dan saya kuat menahan semuanya. Banyak luka karena saya jatuh akibat kebodohan saya sendiri, banyak juga yang karena dilukai orang lain, tapi ini hanya bekas luka. Untuk mengingatkan saya agar hati-hati kedepannya.

Saya janji, saya akan berubah untuk kamu. 

Saya janji, saya akan lebih banyak bersyukur.

Saya janji, saya akan menjaga cinta saya untuk kamu.

Tuhan yang akan memampukan kita.

Terima kasih ya sudah hadir di hidup saya. Kita akan memulai babak baru dalam kehidupan ini bersama. Hanya ada kita. 

Ijinkan saya merobek lembaran yang lama ya, agar ga perlu terbaca lagi. 

Sayang kamu selamanya, dear.


Minggu, 24 Mei 2020

Part 1 : Dendam

Tidak bisa dipungkiri, bertubi-tubi bayangan tentangmu datang, tapi selalu berusaha saya halau dengan kenyataan. Ya, semua percakapan kita melalui aplikasi whatsapp tersimpan rapi dari tahun ke tahun. Ingin rasanya menghapus semuanya, tapi sepertinya masih diperlukan. Untuk apa? Untuk mengingat semua hal buruk yang pernah saya alami.

Dendam.
Entah sejak kapan perasaan itu ada, sudah lama sekali sih rasanya, dan (lagi-lagi) rasanya belum terbayarkan. Belum sempat dibalas, sudah ada lagi luka yang kamu goreskan. Perihnya berulang dan seringkali berlipat. Selama ini saya hanya berusaha tenang, menahan diri. Sabar, kelak semua akan terbayarkan. Daripada memikirkan bagaimana caranya membalas, yang terpenting saat ini adalah SAYA BAHAGIA.

Kebohongan demi kebohongan, menumpuk kian hari.
Hahaha, sabar Kelak kamu akan tau rasanya dibohongi.

Dulu saya rapuh memang, takut ditinggalkan.
Sekarang? Jujur masih takut, tapi setidaknya kamu merasakan arti “ditinggalkan”
Dulu kamu selalu membuat saya merasa tidak berarti.
Sekarang? Kamu bias merasakan ketidakberartian yang sama.

Aku hancur, tapi kamu juga.
Kita seri sekarang.
Walau menurutku kamu masih menang banyak.
Ya tidak apa-apa, setidaknya kamu tahu saya bisa melawan.

Ada masa dimana semua yang saya pikirkan adalah bagaimana membalas semua yang kamu lakukan. Sampai akhirnya saya merasa bodoh, karena hal itu menyakiti dan menyiksa.
Tak selamanya menampar itu harus dengan cara yang sama.
Saya memilih untuk bahagia. Dan itu menampar kamu, saat kamu melihat saya bias bahagia tanpa kamu.
Ya, saya ingin menunjukkan saya bias bahagia tanpa kamu.
Semua rasa sakit ini akan hilang perlahan, butuh waktu tahunan pun saya tidak peduli.
Yang pasti saya sudah membuktikan diri, saya tidak sebodoh yang kamu piker.

Kamu pikir saya tidak tahu semua yang kamu lakukan selama ini?
Sayang kamu kurang pintar menyembunyikannya.
Atau sebaliknya kamu pikir saya bodoh dan kurang cukup pintar menutupi?
Hahaha… Saya justru tidak menyangka kamu butuh waktu selama ini untuk bisa menemukannya.
Sejak berbulan-bulan yang lalu saya menunggu kapan waktunya kamu tahu dan akhirnya merasakan semua sakit yang saya rasakan dulu.
Ya, dulu.  Sekarang. Itu hanya sebuah proses dan pelajaran.

Saya akui kamu mulai berubah, beberapa bulan terakhir ini. Tapi lagi-lagi, kenyataan membawaku untuk tetap waras dan sadar. Sekelebat saja, kamu bisa menjadi musuh yang mematikan. Jangan lengah. Saya tau kamu selalu ingin membunuh saya, dengan caramu.

Setiap detik perasaan rindu menusuk sampai ke tulang, namun disaat yang sama saya teringat setiap centimeter kebohongan yang kamu lakukan setiap hari. Kalo boleh meminjam Bahasa kekinian, hati saya Ambyarrr… Ga jelas bentukannya seperti apa. Tak apa. Setidaknya saya sudah berani melangkah.

Tidak ada gunanya memang. Menyakiti orang lain sama sekali tidak ada gunanya.
Menyakiti kamu pun, ternyata tidak ada gunanya.
Menyesal? Tidak. Karena kalau tidak seperti ini, hidup saya tidak akan berubah. Saya akan terus merasa terbuang, saya akan terus merasa dipermainkan, saya akan terus merasa tidak berharga.

Apa selama ini tidak bahagia? Sangat bahagia.
Tapi otak waras saya menggiring saya untuk berjalan pada kebahagiaan yang sesungguhnya, bukan kebahagiaan semu yang hanya terjadi saat kamu datang, lalu tiba-tiba menghilang seiiring kamu pergi.

Saya bosan bersedih.