Selasa, 28 Juni 2016

Sing Kenken

Kalo browsing google ngetik "sing ken ken" yang keluar malah nama salah satu hotel bagus di Bali.

Yang saya maksud disini bukan Sing kenken itu. Sing kenken itu memang bahasa bali, artinya kurang lebih I'm okay alias Fine alias baik-baik saja alias aku rapopo.

Kenapa tiba-tiba pengen nulis Sing kenken, karena saya emang baik-baik aja. Sekalipun ada aja orang yang jahat dan nyebelin tapi untungnya sampai detik ini saya baik-baik aja.

Masa-masa nangis-nangisan tengah malem, masa-masa jerit-jerit sendirian di mobil, masa-masa sesenggukan sampe sesek nafas, semuanya pernah saya lewatin dan sampe sekarang toh saya masih baik-baik aja kan.

Setiap orang dapat memilih untuk mengumbar masalahnya atau menyembunyikannya, ga ada yang salah dan ga ada yang lebih baik, keduanya adalah pilihan.

Saya sendiri cenderung lebih suka menutup rapat masalah saya dan jungkir balik sendiri berusaha menyelesaikannya. Hasilnya : gagal, gagal, dan gagal. Tapi mengutip kata-katanya Einstein bahwa kegagalan itu sepatutnya tidak saya lihat sebagai suatu kegagalan, melainkan suatu keberhasilan menemukan suatu cara yang salah untuk memecahkan suatu masalah. (hehehe... rumit ya bahasanya...).

Masalah yang dateng makin hari bukannya makin dikit melainkan makin banyak dan berat dan berat dan berat, sampe saya sendiri udah pasrah karena ga bisa lagi nanggungnya.

Mungkin harus dititik ini saya dipaksa untuk berhenti ngandelin pikiran saya sendiri dan nyerah. Semua beban-beban yang ngga sanggup lagi saya pikul harus saya letakkan satu per satu. Ga ada satupun orang lain yang bisa memikul beban kita, seberapapun orang tersebut mengasihi kita, jadi jangan pernah berharap sama manusia. Cuma Tuhan yang maha besar yang sanggup menolong kita.

Yang namanya manusia, saya lebih suka ngikutin pikiran dan perasaan saya sendiri. Dijahatin orang pengennya balas, dikhianatin pengennya dendam, dibohongin pengennya marah. Tapi itu salah dan tidak ada sedikitpun kebaikan didalamnya.

Trus harus gimana?

Jawabannya hanya : mengasihi, mengasihi, mengasihi....

Ga heran ini dijadikan hukum yang terutama.

Dijahatin tetap mengasihi,
Dikhianatin tetap mengasihi,
Dibohongin tetap mengasihi,

Sinting sih kalo dipikir-pikir, tapi hanya dengan cara itu kita bisa menang, dan jujurnya saya ngga sanggup. Jangankan ngelakuinnya, baru ngebayanginnya aja udah cukup bikin sesek. Tapi hanya didalam kasih-lah ada segala kebaikan.

Memaafkan tanpa syarat, membiarkan yang lalu berlalu dan melihat janji yang ada di depan.
Janji siapa? yang pasti janji Tuhan, karena yang namanya janji manusia sekalipun mengatas namakan Tuhan, tetap saja mudah untuk diingkari. Itulah manusia, hari ini dia bisa mencintai, besok dia bisa saja membenci. Antara hati, pikiran dan tindakannya seringkali ngga sinkron. Yah begitulah manusia. Maha baik Tuhan yang masih bisa bersabar terhadap manusia.

Beneran loh kalo dipikir-pikir, Tuhan kok sabar banget sama manusia? Udah sebegitu bejat dan jahatnya semua perilaku manusia di dunia ini. Bukannya semakin baik malah semakin mengerikan, dan Tuhan masih juga sabar? Oh God....

Terlalu banyak manusia aneh yang dalam ibadahya nangis-nangis, menyesali dosa dan seolah benar-benar butuh Tuhan, tapi dalam sekejap saja lupa dengan air matanya lalu kembali menikmati dosa. Tuhan bukan lagi yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dirinya sendirilah yang lebih penting. Emosinya, hasratnya, perasaannya lah yang terpenting. dan Tuhan ngga buta, Dia melihat ini semua dan tetap sabar??? YOU are out of my mind!

Ya memang pikiran Tuhan ga bisa diselami oleh otak manusia yang kecil ini. Entahlah, mungkin karena Allah begitu mengasihi kita sang pendosa ini. KasihNya sempurna sehingga kesabaranNya pun sempurna. Walaupun kalo saya jadi Tuhan saya akan memilih untuk menghancurkan semuanya dan membuat langit dan bumi yang baru. Ups... Saya jadi kepikiran sesuatu tentang ini. Yang jelas untung saya bukan dan berarti saya masih jauh untuk menjadi serupa dan segambar dengan DIA.

Tapi jangan salah, ada konsekuensi dari apa yang kita lakukan. Tergantung dari dosa apa yang kita lakukan. Saat seorang anak melakukan kejahatan, dia tetap anak dari orang tuanya, berapapun usianya, dan orangtua nya pasti akan tetap mengasihinya, sebesar apapun kejahatan yang dilakukan anaknya. Tapi..... saat anaknya dituntut oleh hukum dan dipenjarakan, orangtua tidak dapat berbuat apa-apa selain bersedih meratapi hukuman yang harus ditanggung anaknya. Tidak ada korelasi antara Kasih Allah dengan hukuman yang harus ditanggung sebagai konsekuensi atas dosa.

Sebenarnya Tuhan sudah menanggung semua dosa kita supaya kita tidak dihukum, supaya kita hidup dalam kemenangan dan kelimpahan. Kalau pada akhirnya kita harus dihukum sebagai konsekuensi atas dosa dan pelanggaran yang kita lakukan, betapa sia-sianya pengorbanan maha dasyat yang Tuhan lakukan untuk kita. Kalo mikir ini, suka malu udah bikin dosa, tapi... ah dasar manusia... Nikmati aja rasa sakitnya setiap hari sebagai konsekuensi dari apa yang kamu lakukan, dan jangan bilang Tuhan kenapa hidupku begini, ya ini kan salahmu sendiri. 

Bersabar hari ini, ngga bisa kita petik hasilnya hari ini. Karena sabar bukan toge, yang gampang di tanam, gampang bertubuh dan pada akhirnya gampang mati. Sabar itu adalah bagian dari kasih. Sulit menanamnya, sulit melakukannya tapi buahnya bukan sesuatu yang semu dan gampang mati.

Ga gampang bersabar itu. Rasanya ada yang bergejolak dihati, kaya mau meledak. Dengan kekuatan sendiri pasti ga akan bisa, pasti gagal dan itu akan membuat diri kita semakin depresi.

Tapi sabar itu perintah sama seperti mengasihi juga adalah keharusan. Keharusan kalo tidak dilakukan adalah kesalahan. Tapi saya tidak sanggup melakukan. Jadi gimana? Pada akhirnya saya hanya bisa minta Tuhan tolong saya, berikan saya kekuatan untuk bisa bersabar dan terus berjalan didalam kehendak-Nya.

Sakit memang tapi pasti Sing kenken.

:)











Tidak ada komentar:

Posting Komentar