Rabu, 03 Februari 2016

Teori Kepribadian Sigmund Freud

Teori Kepribadian Sigmund Freud

Sigmund Freud (lahir di Freiberg, 6 Mei 1856 – meninggal di London, 23 September 1939 pada umur 83 tahun) adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam bidang ilmu psikologi. 

Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni :
1.    sadar (conscious)
2.    prasadar (preconscious)
3.    tak-sadar (unconscious).

Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku.

Alam bawah sadar yang digambarkan freud memiliki 3 unsur, yaitu id, ego dan super ego.
1.    ID
Id merupakan Kepribadian yang asli; Id merupakan sumber dari kedua sistem/energi yang lain yaitu ego dan superego. Id terdiri dari dorongan-dorongan biologis dasar seperti kebutuhan makan, minum dan sex.

Didalam Id terdapat dua jenis energi yang bertentangan dan sangat mempengaruhi kehidupan dan kepribadian individu, yaitu insting kehidupan dan insting kematian. Insting kehidupan ini disebut libido. Dorongan-dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan dalam pemuasannnya Id selalu berupaya menghindari pengalaman–pengalaman yang tidak menyenangkan. Makanya cara pemuasan dari dorongan ini disebut prinsip kesenangan ( pleasure principle ).
2.    EGO
Ego merupakan energi yang mendorong untuk mengikuti prinsip kenyataan (reality principle), dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip sekunder ini adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukannya suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan.

Ego menjalankan fungsi pengendalian yang berupaya untuk pemuasan dorongan Id itu bersifat realistis dan sesuai dengan kenyataan. Dengan kata lain fungsi ego adalah menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh ID berdasarkan kenyataan.
3.    SUPEREGO
Superego adalah suatu gambaran kesadaran akan nilai-nilai dan moral masyarakat yang ditanamkan oleh adat istiadat, agama, orang tua, guru dan orang- orang lain pada anak.

Karena itu pada dasarnya Superego adalah hati nurani (concenience) seseorang yang menilai benar atau salahnya suatu tindakan seseorang.itu berarti Superego mewakili nilai-nilai ideal dan selau berorientasi pada kesempurnaan. Cita-cita individu juga diarahkan pada nilai-nilai ideal tersebut, sehingga setiap individu memiliki gambaran tentang dirinya yang paling ideal (Ego-ideal).

Bersama-sama dengan ego, Superego mengatur dan mengarahkan tingkah laku individu yang mengarahkan dorongan-dorongan dari Id berdasarkan aturan-aturan dalam masyarakat, agama atau keyakinan-keyakinan tertentu mengenai perilaku yang baik dan buruk.


Ketiga sistem diatas tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang mengikuti prinsip-prinsip system yang berbeda. Dalam keadaan biasa, prinsip-prinsip yang berlainan ini tidak bentrok satu sama lain, dan tidak bekerja secara bertentangan.

Bentuk dorongan hidup adalah dorongan agresi seperti keinginan menyerang , berkelahi, danmerupakan bawaan lahir yang beberapa proses terjadi pada suatu tingkat kesadaran, sedangkan yang lainnya terjadi pada tingkat yang tidak disadari. Id tidak membedakan antara pikiran dan perbuatan, antara yang nyata dan hanya dalam hayalan saja.

Proses id mencari kesenangan dan perasaan benar atau salah, direfleksikan didalam superego, sering berselisih. Ego menyeleseikan konflik ini melalui berbagai mekanisme pertahanan.

Mekanisme ini mencakup:
1.    Represi (memaksakan kepercayaan nilai, dan pengharapan yang mengancam keluar dari kesadaran).
2.    Pengalihan (mengalihkan reaksi emosional dari satu objek ke objek yang lain)
3.    Sublimasi (mencari cara yang dapat diterima untuk mengungkapkan dorongan yang dengan cara lain tidak diterima)
4.    Rasionalisasi ( memberikan alasan yang meragukan untuk membenarkan perilaku atau utnuk menghilangkan kekecewaan)
5.    Regresi (kembali kepada perilaku yang tidak dewasa, pembentukan reaksi (beralih dari satu ekstrem kepada ekstrem yang berlawanan)
6.    Introjeksi (memungut pendirian orang lain sebagai pendirian sendiri)
7.    Identifikasi ( meningkatkan rasa kuat, aman dan atau terjamin dengan mengambil sifat orang lain)

Ego, sebagai suatu mediator atau pendamai dari super ego dan Id Ego (das-ich), bisa dikatakan sebagai sintesis dari peperangan antara Id dan Superego. Ego berfungsi sebagai penjaga, mediator atau bahkan pendamai dari dua kekuatan yang berlawanan ini.

Ego hanya menjalankan prinsip hidup secara realistis, yakni kemampuan untuk menyesuaikan dorongan-dorongan Id dan Superego dengan kenyataan di dunia luar.Jika Ego terlaludikuasai oleh Id maka orang itu mengidap “Psikoneurosis”(tidak dapat mengeluarkan dorongan primitifnya).

Untuk itu pada satu sisi Ego dapat berfungsi sebagai motifasi diri, namun pada sisi lain karena tekanan superego bisa saja menjadi penyebab terbesar dalam pertentangan dan aliensi diri.

Kemudian Frued memfokuskan diri bahwa Id terbesar yang dimiliki manusia dan sangat menentukan kepribadian manusia itu sendiri dalah dorongan seks. Frued yakin setiap orang sudah memiliki naluri seks sejak ia dilahirkan, adapun perkembangan fase-fase seks tersebut adalah sebagai berikut:
  • Fase Oral Erotik, pada Fase ini kepuasan seksual berada pada rasa nikmat di mulut,seperti seorang bayi menyusu pada ibunya. Oleh karena itu mengapa anak pada usia 2 tahun selalu memasukkan semua benda yang ada pada pegangan tangannya.
  • Fase Anal Erotik, pada fase ini anak-anak mencari rasa kepuasan pada anusnya. Seperti pada kecenderungan anak-anak berumur 2-3 tahun yang suka menahan kotoran yang akan keluar pada anusnya.
  • Fase Genetal Erotik, pada fase ini anak mencari kepuasan seks pada alat kelaminnya.dalam fase ini seseorang terus berkembang sampai dengan usia dewasa melalui tiga fase sebagai berikut:
  • Fase Phallis (genetal muka) intinya anak telah menemukan kenikmatan pada genetalnya tetapi belum dapat difungsikan sebagaimana mestinya.
  • Fase Latent (seksualitas infantile) dimana sudah ada nafsu seksual pada diri anak kecil.
  • Fase Genetal Pubertas, pada fase ini genetal anak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mula-mula genetal yaitu anak mulai memiliki rasa cinta kepada orang tuanya. Fase ini makin lama makin menjadi, tetapi ditekan terus, karena terhalang oleh adapt. Lama kelamaan nafsu tersebut menjadi kompleks yang terdesak.
Kompleksitas ini sering disebut dengan oidipus complex yang menurut Frued menjadi sumber kegagalan hidup.

Ego adalah pelaksana dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintah id serta super-ego, memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian dan keperluannya yang luas. Jika ego melakukan fungsinya dengan bijaksana akan terjadi harmoni daan keselarasan.
Contoh praktisnya begini. Rasa lapar dan birahi yang timbul bisa disalurkan dengan makan makanan yang diperoleh dengan baik, tidak mencuri milik orang lain. Makanan dibeli dengan uang yang diperoleh dari bekerja atau berusaha. Gairah seks disalurkan dengan pertama-tama menikahi seseorang, lalu hidup sebagai suami-istri.
Yang ideal dan menghasilkan harmoni dan keselarasan itu timbul dari komponen kepribadian ketiga, super-ego. Super-ego mewakili alam ideal daripada alam nyata. Super-ego berkembang dari ego sebagai akibat dari pendidikan moral yang diperolehnya untuk membedakan mana yang baik dan yang buruk. Seseorang sejak kecil belajar bahwa ia bukan saja harus tunduk pada kenyataan untuk memenuhi keinginan naluriahnya, tapi juga bertindak sesuai aspek moral dan norma yang berlaku di masyarakat. 
Pendek kata, setiap kali orang ingin mengambil sikap yang dilarang norma-norma moral yang sudah dibatinkannya lewat hasrat yang timbul dalam id, super-ego akan menegur dengan keras.
Freud mengenalkan istilah Kompleks Oedipus (Oedipus Complex) sebagai aspek neurosis atau konflik batin dalam diri seseorang. Oedipus, Anda mungkin tahu, adalah tokoh mitologi Yunani yang, tanpa sadar, membunuh ayahnya dan mengawini ibunya dan karena itu dikutuk para dewa. Kompleks Oedipus diartikan Freud bahwa, di alam bawah sadarnya, seorang anak laki-laki ingin kawin dengan ibunya, tetapi tidak bisa karena ibu sudah dimiliki ayahnya; maka ia ingin membunuh ayahnya, saingannya yang sekaligus keperkasaannya ia kagumi. Namun karena keinginan itu ditegur keras oleh super-ego sebagai perilaku buruk, menyimpang, dan memalukan, ia tidak menunaikan keinginan itu dan menyangkalnya. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/proxy/AVvXsEgdmsf0MFrTfq05tjWJ75pVpDDeTyoEhR4lZ8eD9_1Ms8jpuor4JKuIskWZJgmJseU8teJj6PAjy7B_ycPN-NA1RuysnPraRG687WRtZLnPZvo_i2RWelxawc0I2CYybb4jdG92vjpICZMAocpUzjhM9_2Bs2NsDDxfuojyuGaZN83AkM38o3GKmOBW_A=

Menurut Freud, neurosis bisa terjadi apabila orang bereaksi tidak benar atas suatu pengalaman yang amat emosional dan atau memalukan. Neurosis itu menyebabkan ia tidak bisa mengembangkan diri secara dewasa. Selama neurosis itu tidak disembuhkan, ia tidak mampu hidup secara dewasa. 
Setiap orang memiliki hasrat id yang tertanam dalam dirinya masing-masing. Sisi gelap orang berbeda-beda. 
Pertanyaannya, ketika di setiap diri kita ada sisi gelap untuk memenuhi hasrat id, sampai di titik apa kita bisa mengerem naluri itu agar kita tidak melanggar norma dan nilai yang kita anut?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar