Rabu, 18 September 2013

Fiction : Perih

FICTION
Mungkin memang aku yang salah. Aku mencintaimu dengan cara yang salah. Aku tidak tahu kalau ternyata kamu tidak suka dengan semua perhatianku. Kamu tidak suka aku menanyakan apa yang kamu makan tadi siang, kamu tidak suka aku menanyakan bagaimana harimu, kamu tidak suka aku memintamu untuk segera tidur, kamu tidak suka aku memintamu untuk lebih memperhatikan kesehatanmu, kamu tidak suka semua wujud kepedulianku, bahkan kamu tidak suka saat aku tidur sambil memelukmu.

Kamu lebih banyak diam dan tidak perduli, seolah kamu juga menyuruhku untuk lebih banyak diam dan tidak memperdulikanmu. Dalam setiap kesempatan kamu memilih untuk tidak berada satu ruangan denganku. Saat aku sudah terlelap kamu menyelinap masuk ke kamar dan berbaring disebelahku. Kamu pikir aku sudah tidur, padahal aku masih terjaga sambil menunggumu. Perlahan aku membalikkan badan kearahmu, sambil tetap berpura-pura tidur. Sedetik kemudian kamu pun membalikkan badan membelakangiku. Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu. Sambil berupaya menyingkirkan semua egoku, aku memelukmu dari belakang, menyandarkan wajahku dipunggungmu, dan kamu tetap diam.

Aku tidak tahu apa yang membuatmu berubah menjadi seorang asing. Aku masih terus mencari tahu kejadian dahsyat apa yang telah mampu mengubahmu seratus delapan puluh derajat. Tatapanmu dingin, bicaramu ketus, mimik wajahmu muram, perilakumu menyebalkan, siapa sih kamu? Aku sampai tidak lagi mengenal siapa pria yang tidur disebelahku yang kupeluk setiap malam dan kucium keningnya setiap pagi. Wajahnya seperti kukenal, tapi aku tidak tahu dia siapa. Yang aku tahu, aku hanya ingin dia masih disini bersamaku, sekalipun aku tahu hati dan pikirannya sedang berkelana jauh entah kemana.

Seringkali terbersit keinginan untuk bisa duduk berdua denganmu sambil menikmati secangkir kopi. Tapi meminta waktumu saja aku tidak berani. Jangankan meminta waktumu, menatap wajahmu dan mengatakan betapa aku mencintaimu saja aku tidak berani. Aku takut kamu marah kalau aku mencintaimu. Sebenarnya aku tidak mengerti dimana letak kesalahannya. Hanya saja aku terlanjur merasa bahwa semua tentangku selalu salah dimatamu, semua yang kulakukan selalu membuatmu marah. Kamu selalu salah mengartikanku, tapi kamu tidak pernah menyampaikan apa yang diterjemahkan pikiranmu kepadaku agar aku bisa meluruskannya. Kamu mengunci pikiranmu dengan persepsimu sendiri dan tidak pernah mengijinkan aku untuk masuk.

Aku berdiri diluar pintu, sendirian dan menggigil kedinginan. Derasnya hujan tidak membuatmu menaruh iba kepadaku. Tirai tersibak dan kamu hanya memandangku dari balik jendela. Tatapanmu penuh kebencian, seolah berkata “Cepat urus dirimu, aku tidak ada waktu untuk membukakan pintu dan memberikan selimut untuk menghangatkanmu. Pikirkan sendiri cara untuk menyelamatkan dirimu dan jangan menyusahkan aku.” Ya, aku akan berusaha semampuku untuk tidak menyusahkanmu, hanya itu yang bisa kujawab sambil tetesan air mata bercampur air hujan mengalir membasahi wajahku. Bertubi-tubi egoku ingin melawan, mempertanyakan kapan aku pernah menyusahkanmu. Bukankah............... Ah sudahlah, sedikitpun aku tidak berkeinginan untuk berdebat denganmu. Seperti ketika kamu melarangku menangis karena kamu benci melihat air mataku, aku tidak mau membantahnya. Kuturuti. Walaupun sebenarnya aku punya seribu alasan untuk menjelaskan mengapa aku menangis.

Aku belajar untuk menjadi seperti yang kamu mau, cuek dengan apapun yang terjadi dengan kamu. Belajar untuk tidak terlalu mengkhawatirkanmu, tidak memberi masukan apapun, tidak coba-coba memberi saran, tidak memintamu tersenyum apalagi tertawa, tidak memintamu makan bersama dalam satu meja, tidak menuntut apa-apa darimu bahkan tidak berharap kamu akan mencintaiku lagi. Aku belajar untuk menjalani kehidupanku dengan melupakan hak apa yang seharusnya aku dapatkan darimu. Karena sikapmu seperti berisyarat bahwa aku tidak perlu melakukan kewajiban apa-apa kepadamu dan pun aku jangan berharap hak apa-apa darimu. Sedih sih, tapi jika memang itu yang kamu mau. Aku akan tetap menurutimu, menjadi seperti yang kamu mau.

Walau perih......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar