FICTION
Mungkin memang aku yang
salah. Aku mencintaimu dengan cara yang salah. Aku tidak tahu kalau
ternyata kamu tidak suka dengan semua perhatianku. Kamu tidak suka
aku menanyakan apa yang kamu makan tadi siang, kamu tidak suka aku
menanyakan bagaimana harimu, kamu tidak suka aku memintamu untuk
segera tidur, kamu tidak suka aku memintamu untuk lebih memperhatikan
kesehatanmu, kamu tidak suka semua wujud kepedulianku, bahkan kamu
tidak suka saat aku tidur sambil memelukmu.
Kamu lebih banyak diam
dan tidak perduli, seolah kamu juga menyuruhku untuk lebih banyak
diam dan tidak memperdulikanmu. Dalam setiap kesempatan kamu memilih
untuk tidak berada satu ruangan denganku. Saat aku sudah terlelap
kamu menyelinap masuk ke kamar dan berbaring disebelahku. Kamu pikir
aku sudah tidur, padahal aku masih terjaga sambil menunggumu.
Perlahan aku membalikkan badan kearahmu, sambil tetap berpura-pura
tidur. Sedetik kemudian kamu pun membalikkan badan membelakangiku.
Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu. Sambil berupaya
menyingkirkan semua egoku, aku memelukmu dari belakang, menyandarkan
wajahku dipunggungmu, dan kamu tetap diam.
Aku tidak tahu apa yang
membuatmu berubah menjadi seorang asing. Aku masih terus mencari tahu
kejadian dahsyat apa yang telah mampu mengubahmu seratus delapan
puluh derajat. Tatapanmu dingin, bicaramu ketus, mimik wajahmu muram,
perilakumu menyebalkan, siapa sih kamu? Aku sampai tidak lagi
mengenal siapa pria yang tidur disebelahku yang kupeluk setiap malam
dan kucium keningnya setiap pagi. Wajahnya seperti kukenal, tapi aku
tidak tahu dia siapa. Yang aku tahu, aku hanya ingin dia masih disini
bersamaku, sekalipun aku tahu hati dan pikirannya sedang berkelana
jauh entah kemana.
Seringkali terbersit
keinginan untuk bisa duduk berdua denganmu sambil menikmati secangkir
kopi. Tapi meminta waktumu saja aku tidak berani. Jangankan meminta
waktumu, menatap wajahmu dan mengatakan betapa aku mencintaimu saja
aku tidak berani. Aku takut kamu marah kalau aku mencintaimu.
Sebenarnya aku tidak mengerti dimana letak kesalahannya. Hanya saja
aku terlanjur merasa bahwa semua tentangku selalu salah dimatamu,
semua yang kulakukan selalu membuatmu marah. Kamu selalu salah
mengartikanku, tapi kamu tidak pernah menyampaikan apa yang
diterjemahkan pikiranmu kepadaku agar aku bisa meluruskannya. Kamu
mengunci pikiranmu dengan persepsimu sendiri dan tidak pernah
mengijinkan aku untuk masuk.
Aku berdiri diluar pintu,
sendirian dan menggigil kedinginan. Derasnya hujan tidak membuatmu
menaruh iba kepadaku. Tirai tersibak dan kamu hanya memandangku dari
balik jendela. Tatapanmu penuh kebencian, seolah berkata “Cepat
urus dirimu, aku tidak ada waktu untuk membukakan pintu dan
memberikan selimut untuk menghangatkanmu. Pikirkan sendiri cara untuk
menyelamatkan dirimu dan jangan menyusahkan aku.” Ya, aku akan
berusaha semampuku untuk tidak menyusahkanmu, hanya itu yang bisa
kujawab sambil tetesan air mata bercampur air hujan mengalir
membasahi wajahku. Bertubi-tubi egoku ingin melawan, mempertanyakan
kapan aku pernah menyusahkanmu. Bukankah............... Ah sudahlah,
sedikitpun aku tidak berkeinginan untuk berdebat denganmu. Seperti
ketika kamu melarangku menangis karena kamu benci melihat air mataku,
aku tidak mau membantahnya. Kuturuti. Walaupun sebenarnya aku punya
seribu alasan untuk menjelaskan mengapa aku menangis.
Aku belajar untuk menjadi
seperti yang kamu mau, cuek dengan apapun yang terjadi dengan kamu.
Belajar untuk tidak terlalu mengkhawatirkanmu, tidak memberi masukan
apapun, tidak coba-coba memberi saran, tidak memintamu tersenyum
apalagi tertawa, tidak memintamu makan bersama dalam satu meja, tidak
menuntut apa-apa darimu bahkan tidak berharap kamu akan mencintaiku
lagi. Aku belajar untuk menjalani kehidupanku dengan melupakan hak
apa yang seharusnya aku dapatkan darimu. Karena sikapmu seperti
berisyarat bahwa aku tidak perlu melakukan kewajiban apa-apa kepadamu
dan pun aku jangan berharap hak apa-apa darimu. Sedih sih, tapi jika
memang itu yang kamu mau. Aku akan tetap menurutimu, menjadi seperti
yang kamu mau.
Walau perih......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar