Selasa, 30 Agustus 2016

Ke.ku.at.an



ke.ku.at.an
Nomina (kata benda) 
(1) perihal kuat tentang tenaga; gaya; 
(2) keteguhan; kekukuhan: marilah kita sama-sama berdoa agar diberi kekuatan batin

Sumber : Kamus Besar Bahasa Indonesia

Agak ga jelas sih memang. :)

Tapi dari situ kita bisa mengartikan bahwa kekuatan itu ada kekuatan fisik dan ada kekuatan batin/jiwa/mental.

Berhubung kekuatan fisik lebih mudah diamati, saya mencoba memahami kekuatan batin melalui kekuatan fisik.

Kekuatan (fisik) adalah kemampuan tubuh (otot) untuk melakukan suatu aktivitas yang berhubungan dengan tenaga dengan gaya tertentu. (Hahaha maksa). Jadi maksudnya kuat lari (aktivitasnya) pake tenaga dong pastinya nah kan ada gayanya (sprint sama marathon kan gayanya beda). Trus juga misalnya : mendorong mobil (aktivitasnya) pake tenaga dan pake gaya (gaya apa ajalah). ya gitulah pokonya, susah jelasinnya. 

Yang namanya kekuatan itu juga harus dilatih kan? Misalnya kalo lari itu untuk melatih otot-otot betis, paha, apapun lah pokoknya di area kaki, ya mungkin area lainnya juga, tapi anggeplah kaki aja. Pertama kali latihan mungkin lari 1 km aja udah pegel, besok-besok lari 2 km bisa, besoknya lagi 3 km, sampe akhirnya bisa maraton sampe 40 km.

Dulu, pertama kali saya skipping, 50 kali aja rasanya kaki udh mau copot. Sekarang 100, 200 juga biasa aja. (sekarang??? beberapa bulan yang lalu mungkin. hehehe).

Setiap anggota tubuh kita punya kekuatannya masing-masing da semuanya itu bisa dilatih, diperkuat supaya semakin kuat. dan untuk mengembangkan masing-masing bagian tersebut ada bentuk latihan yang berbeda-beda. Kalo mau nguatin otot tangan caranya bukan dengan sit up, melainkan push up. Termasuk latihan beban juga gitu, untuk bisa mengangkat beban yang 100 kg, kita harus belajar dari ngangkat beban 10 kg, 20 kg bertahap sampe akhirnya 100 kg.

Agar hasilnya baik, resistance exersice harus dilakukan dengan tekun dan maksimal untuk menahan beban tersebut. Beban yang diberikan harus sedikit demi sedikit bertambah agar perkembangan kekuatan otot meningkat. Kekuatan otot-otot tersebut yang akan meningkatkan kekuatan fisik secara keseluruhan.  

Saya bukan orang yang ahli dibidang kuat-kuatan fisik, jadi ga usah panjang-panjang bagian ininya. Intinya saya mengamati kekuatan fisik sebagai cerminan dari kekuatan batin.

Kalo kekuatan fisik yg keliatan aja harus dilatih, apalagi kekuatan batin dan mental.

Dulu tuh ada istilah : "Mens sana in corpore sano" yang artinya "Di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat". Walaupun sekarang mah banyak orang yang tubuhnya "kuat" bahkan sampe berotot tapi jiwanya "sakit", ya you knowlah ya maksudnya. 

Latihan jiwa ato batin ato mental itu gimana?

Duh pas udah masuk ke bagian intinya malah males ngetik gini. Hehehe... Jadi intinya mah kita tuh harus banyak-banyak berpikir positif, dan itu teh harus dilatih.

Waktu lagi mau mikir negatif langsung buru-buru dialihkan ke arah yang positif. Belajar melihat sisi positif / kelebihan dari orang lain bukan kekurangannya. Belajar untuk selalu bersyukur atas semua yang terjadi dalam kehidupan. Belajar ngomong yang positif.

Berpikir - berbicara - bertindak semuanya harus sinkron POSITIF!

Jangan mikir positif tapi ngomong negatif ato sebaliknya ngomong positif tapi mikirnya negatif, ato ngomong positif tapi tindakannya negatif. Pokoknya semuanya harus positif.

Ngga gampang memang. Harus dilatih. Semuanya harus dimulai dari hal kecil, dibiasakan, diulangi terus menerus sampai itu menjadi kebiasaan.

Gitu maksudnya.

Gini loh maksudnya, orang tuh kadang karena saking kebanyakan disakitin akhirnya jadi nafsirin "Ahh... udah biasa lah sakit hati segini mah,yang lebih sakit aja udah, gini doang mah ngga seberapa. Udah terlatih saya mah." Catet ya, itu bukan latihan mental. Pikiran-pikiran kaya gitu tuh malah bikin makin sakit mental. 

Berusahalah untuk melihat sisi baik dalam segala hal bahkan dalam kegelapan yang paling kelam. Karena Tuhan tidak pernah merencanakan yang buruk untuk umat ciptaanNya.

All is well

Saat kita sakit, bersyukurlah karena dengan itu kita jadi tahu betapa berharganya kesehatan.

Saat kita kesepian, bersyukurlah karena dengan itu kita lebih menghargai arti kebersamaan.

Saat kita jatuh, bersyukurlah karena dengan itu kita lebih berhati-hati.

Saat kita disakiti, bersyukurlah karena dengan itu kita tahu bagaimana kita harus bertindak agar tidak menyakiti orang lain.

Saat kita bersedih, bersyukurlah karena dengan itu kita mengerti arti penghiburan.

Saat kita menangis, bersyukurlah karena dengan itu kita bisa memahami bahasa air mata.

Have a nice day !


Bulan & Lana

Alay mode on.






"Dulu waktu jaman remaja galau, aku tuh suka naek ke genteng malem-malem sambil liatin Bulan. Kalo ada bulan, langit pasti cerah, bagus banget! Belum lagi ditambah taburan kelap kelip bintang. Percaya ngga, aku bahkan pernah ketiduran diatas genteng waktu lagi menikmati langit. Masih untung aku ga guling-guling trus jatoh dari atap."

"Aku tuh ngefans banget sama bulan. Karena menurut aku di dalam sinarnya ada pengharapan. Pengharapan bahwa langit akan cerah. Ada bulan, pasti langit cerah. Aku ga yakin itu ilmiah ato ngga, yang jelas sepanjang umurku ini aku belom pernah liat bulan barengan dengan ujan. Intinya kehadiran bulan itu salah satu pertanda langit cerah, dan hati aku jadi ikutan cerah. Dasar norak banget ya"

"Ngga nyangka, bulannya sekarang menjelma jadi manusia. Ada di sebelah aku. Kalo ada dia, hari aku tiba-tiba jadi cerah. Kalo ada dia rasanya seneng aja, bisa ketawa sepuas-puasnya. Sampe lupa kalo aku lagi di dalam gelap. Bahkan gelap pun sudah ga ada artinya lagi. Aku ga peduli segelap apapun, asal ada dia aja udah cukup. Liat dia aja udah bikin happy. Apalagi dipeluk dia, flying...."

***

"Kamu ngomong sama siapa?"
"Kamu."
"Trus cerita tentang siapa?"
"Kamu."
"Aneh!"
"Emang."
"Ga kerasa ya udah sebulan dari pertama kali aku nemuin kamu dirumah gelap itu."
"Iya."
"Kamu seneng?"
"Banget."
"Kamu gila?"
"Banget."
"Hahhh???"
"Iya, gila banget cinta sama kamu ganteng."
"Gom to the Bal."
"Emang."

 ***

"Sampe kapan kamu disini?"
"Sampe pagi."
"Aku pengen malem terus."
"Kenapa?"
"Aku takut keburu pagi dan bulannya hilang. Biarin aja malem terus biar aku bisa bareng terus sama kamu"
"Tenang aja, walaupun pagi kamu ga bisa ngeliat aku, kamu pasti tau aku selalu ada."
"Tapi kan ga keliatan."
"Cinta itu ga dilihat pake mata, tapi pake hati."
"Hati aku buta."
"Inget sayang, cinta itu ga bodoh. Kamu ga buta kok. Cuma bolor."
"Dasar geblek."

***

"Apa yang bisa bikin kamu jangan pergi?"
"Kamu mau ngapain?"
"Apapun."
"Cinta yang bener itu harus pake logika, sayang."
"Maksudnya?"
"Sesayang apapun kamu sama orang, logikanya harus tetep jalan. Minimal buat tau resikonya apa. Kalopun kamu ngelakuin sesuatu jadi udah siap karena emang pilihan."
"Bahasa kamu aneh ya sayang."
"Aku cuma mau ingetin kamu, supaya jangan bodoh lagi. Melakukan segalanya untuk orang yang kamu sayang itu ga salah. Tapi menyiksa diri sendiri demi ngejaga supaya dia ga lepas dari kamu itu salah. Kalo emang dia sayang beneran sama kamu, ga kamu gituin juga tetep sama kamu. Emang cinta itu ga ada itung-itungannya, tapi apa-apa harus seimbang."
"Iya......... Tumben kamu bijak amat."
"Emang tadi aku ngomong apa?"
"Ga tau."
"Sarap."
"Dinner lah. Masa malem-malem sarap. Dasar sarap!"

***

"Sampai kapan kita disini?"
"Hanya waktu yang bisa jawab. Kita nikmati aja hari ini. Yang penting kita saling menjaga, karena aku pengen lama sama kamu."

***

"Good nite sayang, tetep bersinar ya. Jangan kalah sama awan mendung. Sinar kamu adalah yang terbaik. Aku beruntung banget dikasih kesempatan untuk menikmati cahaya kamu. Walaupun tinggal ditempat sunyi tersembunyi ini, asalkan sama kamu aku ngerasa memiliki planet bumi."

I love you Bulan.

Zzzzzzz


Minggu, 28 Agustus 2016

Sahabat Jadi Cinta

Tribute to Mike Mohede
BULAN terdampar dipelataranHati yang temarangMatamu juga mata-matakuAda hasrat yang mungkin terlarang

Satu kata yang sulit terucapHingga batinku tersiksaTuhan tolong aku jelaskanlahPerasaanku berubah jadi cinta

Tak bisa hatiku menafikkan cintaKarena cinta tersirat bukan tersuratMeski bibirku terus berkata tidakMataku terus pancarkan sinarnya

Ku dapati diri makin tersesatSaat kita bersama OoouoooDesah nafas yang tak bisa dustaPersahabatan berubah jadi cinta

Tak bisa hatiku menafikkan cintaKarena cinta tersirat bukan tersuratMeski bibirku terus berkata tidakMataku terus pancarkan sinarnya

Apa yang kita kini tengah rasakanMengapa tak kita coba tuk satukanMungkin cobaan tuk persahabatanAtau mungkin sebuah takdir Tuhan

31 July 2016,
Mike Mohede, salah satu Divo Indonesia ini tiba-tiba meninggal dunia di usia yang masih sangat muda. Hari itu, lagu "sahabat jadi cinta" yang dia nyanyikan ini diputar di hampir semua radio dan televisi, dan saya kebawa-bawa hobby banget dengerin lagu itu sampe sekarang.
Karena keseringan denger, seperti biasa, sebagai tukang ngayal dan tukang "sok" menghayati lagu, jadi kebayang mungkin ada kisah dibalik lirik "sahabat jadi cinta"
******* 
Tiba-tiba saja, secara kebetulan Bulan terdampar dipelataran Hati yang temarang. 
Aku lupa seperti apa masa lalu, tapi yang jelas aku pernah mendengar namamu.Ya, walaupun samar, namamu seperti tidak asing di telinga.
Berkali-kali kamu bilang aku adalah orang pertama yang menyapamu di sekolah dan sampai detik ini aku tidak percaya "seramah" itu nya kah aku, sampai-sampai aku menyapa anak dekil kecil yang sedang duduk di pojokan kelas.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Aku dengan dia, kamu dengan dia, dan kisah kita hanya sebuah lelucon remaja yang selalu membuat terpingkal-pingkal berapa kalipun di ulang di ceritakan.
Sesekali kita bercerita tentang hidup, tentang cinta dan tentang rahasia. Tak pernah benar-benar bersama, namun tanpa sadar kita selalu bersama. Bersama untuk saling menertawakan.
Sampai akhirnya masa dan asa memisahkan kita begitu jauh belasan tahun lamanya, tanpa sedikit pun saling berkabar. Bahkan tidak saling mengingat.
Aku hanya figuran dalam sekelebat kehidupanmu dan demikian sebaliknya. 
Entah kenapa takdir mempertemukan kita. Gantian sekarang, kamu yang sksd jadi orang pertama yang menyapaku di kelas, aku membalas sapaanmu, lalu terbahak-bahak membahas cinta masa lalu yang tidak pernah ada. 
Memang tidak pernah ada, kita hanyalah sepasang sahabat teman tertawa dan teman bercerita. Cerita cinta kita hanya sebuah dongeng agar semua tertawa dan selalu aku yang menjadi objek penderita.
Sampai tiba-tiba, mesin waktu menggiring kita ke tempat yang sudah lama kita lupakan.
Ada apa disana?Kita sudah tahu jawabannya Tidak ada apa-apa. 
Hanya ada malaikat kecil pemanah cinta yang lebih cocok dipanggil stupid daripada cupid.Bagaimana tidak. Tiba-tiba dia memanah kami, di saat ini, di waktu yang salah.
Terlambat belasan tahun lamanya.
Kini semua sudah terlanjur, sang figuran kini sudah menjadi tokoh utama.
Tiada siang tiada malam yang berlalu tanpa dia. Aku mendapati diri semakin tersesat saat bersamanya. Desah nafas ini tak bisa berdusta, persahabatan ini telah berubah menjadi cinta.
Lalu kemana akhir semua ini? Apakah ini sebuah cobaan untuk persahabatan atau memang takdir Tuhan? Yang pasti aku berharap, perjalanan ini akan lebih lama dari sebuah penantian.
Apalah arti menunggumu 30 menit, kalau akhirnya bisa memelukmu 360 menit.Apalah artinya menunggumu 14 tahun, kalau akhirnya bisa memelukmu sampai selama-lamanya....








 

Selasa, 16 Agustus 2016

Ikhlas




Perpisahan itu tidak selalu menyakitkan.
Apalagi bila bersama ternyata lebih menyakitkan.

Bersyukur adalah jalan untuk ikhlas.
Mensyukuri perpisahan.

Apa yang masih harus diingat kalau semua yang diingat adalah kebohongan.
Apa yang masih harus dikenang kalau semua yang dikenang adalah kepalsuan.

Lebih baik tidak dicintai daripada pura-pura dicintai.
Lebih baik tidak mengenal daripada dikenal lalu disingkirkan.
Lebih baik tidak berhubungan untuk menjaga sebuah hubungan.

Cinta itu lebih dari sebuah kata.
Sulit diucapkan, tapi mudah dimengerti oleh sebuah tatapan.

Cinta itu lebih dari sebuah rasa.
Karena perasaan seringkali salah memahaminya.

Manusia datang dan pergi untuk sebuah alasan.
Walaupun munculnya dan hilangnya tanpa alasan.
Sebenarnya hanya sebuah alasan.
Alasan untuk menyembunyikan alasan.

Pilihlah apa yang terbaik untuk kehidupan.
Kalau tidak dipilih berarti bukan yang terbaik.
Kalau tidak memilih berarti belum memilih.
Karena setiap orang dihadapkan pada pilihan.
Memilih mana yang tepat untuk dirinya sendiri.
Takdir hanya menawarkan, keputusan tetap kita yang menentukan.

Entah apa yang harus aku pilih sekarang.
Merenung dalam kain kabung menangisi yang sudah berlalu
Atau pergi menertawakan masa lalu.

Apa hidup hanya untuk mengalah pada keadaan?
Keadaan itu kita yang menentukan.
Keputusan adalah akhirnya bagaimana.
Perih itu hanyalah rasa.

Bagaimana mengakhiri tanpa luka kalau disitu ada cinta.
Permintaan yang sudah tahu jelas apa jawabannya.
Apa lagi yang harus ditanya kalau sudah tahu jawabannya.
Untuk apa meminta menunggu apabila tahu tidak akan pernah datang.

Angin malam pergi dan tidak pernah kembali lagi.
Itu yang aku sesali.
Sekalipun dia datang,
Nyatanya dia tidak pernah kembali.

Minggu, 14 Agustus 2016

Fiction : "BULAN" Part 5

"Lana, kamu dimana??? Lana... Lana... LANAAAA... Jawab aku Lana!!! Lanaaaa..."

"Lan... bangun Lan.. Lana..." 

Sambil ketakutan aku membuka mataku perlahan. 

"Bulan, kamu dengar suara tadi? Seseorang mencariku. Orang itu. Aku takut dia menemukanku dan menghabisi nyawaku."

"Tidak Lana. Itu cuma mimpi. Kamu hanya mimpi! Tenang! Aku selalu menjaga kamu."

"Tidak Bulan, ini seperti nyata. Aku takut Bulan. Jangan tinggalkan aku Bulan. Kumohon, Hanya kamu yang aku punya saat ini. Aku takut Bulan."

"Iya, tenang, Tenang! Tidak ada satu orang pun yang akan menyakiti kamu. Tenang" sahut bulan seraya memelukku.

Detak jantungku yang tidak beraturan karena ketakutan berangsur normal. Aku memeluk Bulan erat sekali. Hanya itu yang bisa membuatku merasa tenang. Lama sekali, sampai rasa takut itu benar-benar hilang. Perlahan aku lepaskan pelukan itu. Kasihan juga dia harus menahan berat badanku yang bertumpu di bahunya. Aku membuka telapak tanganku sambil menatap matanya. Tanpa kata berisyarat agar dia menggenggam tanganku. 

"Kamu jangan pergi. Temani aku disini." 

"Iya. Aku disini."

Dan malam itu pun berlalu dengan genggaman yang tidak terlepas sedetikpun.

***

Bulan. 
Pemeran utama yang baru saja muncul di episode kehidupanku ini ternyata bukanlah seorang asing yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Takdir mengantarnya dengan mesin waktu dari empat belas tahun silam. Sebuah kisah yang tidak pernah dimulai dan tidak pernah diakhiri. Seseorang yang memang mengenalku dengan baik, bahkan saat memori otakku tidak mampu mengingat tentang diriku saat itu. Dialah yang memunculkan kembali ingatan-ingatan yang hilang itu. Cerita yang telah terhapus sekian lama tiba-tiba muncul kembali. Mungkin semesta kuatir akan keberadaanku dan mengirimkannya kesini untuk menyelamatkanku dan menyadarkanku dari kebodohan ini.

Sejak malam itu, dia bukan lagi anak kecil aneh yang seperti badut konyol membuatku tertawa. Dia adalah tempat ter-aman dan ter-nyaman didunia ini. Dialah duniaku sekarang, orang pertama yang selalu aku ingat setiap terbangun dari tidurku di pagi hari, dan orang terakhir yang ingin aku lihat wajahnya sebelum tidur membawaku untuk menemuinya kembali di dalam mimpi.

Malam tidak akan pernah berlalu tanpa genggamannya. Hari tidak akan dimulai tanpa senyumannya yang menghangatkanku melebihi hangatnya matahari pagi. Sulit untuk berpisah dengannya. Mengijinkan dia pergi sejenak pun rasanya sulit. Aku ingin dia selalu ada disampingku. SELALU.

"Cinta itu tidak bodoh sayang." Nasehatnya berkali-kali.

Memang, bertahun-tahun aku terjebak pada cinta yang bodoh. Aku cinta dan aku bodoh. Dengan mengatasnamakan cinta aku melakukan semua hal bodoh untuk orang yang ternyata hanya pura-pura mencintaiku. Semua sakit sudah aku rasakan, dan cinta membuatku tetap bertahan sampai maut hampir saja menghampiriku. "Apa dia peduli?" Tidak. Dia sibuk tertawa dengan dunianya dan sedikitpun tidak menoleh ke arahku. 

Ah sudahlah, semua sudah lewat. Aku berterimakasih pada semesta yang mengirimkan Bulan dari jauh untuk menerangi malamku. Sekarang aku sibuk tertawa dengan Bulanku. Malamku tidak lagi gelap dan suram. Sampai kapan? Entahlah. Mungkin hanya sebuah kemustahilan yang ku semogakan. Syukuri saja hari ini. Nikmati saja udara segar yang kuhirup setiap hari. Mungkin saja waktunya tiba, udara ini tidak segar lagi, mungkin saja semesta membawanya kembali ke masa-nya. 

Berbahagialah untuk hari ini!

Berbahagialah denganku, Bulan. 

Sepertinya aku mencintaimu.



Fiction : "BULAN" Part 4

Entah sampai mana cerita terakhir kemarin, yang jelas hampir saja aku mengakhiri cerita tentang Bulan ini. Aku pikir dia pergi meninggalkanku ditempat asing ini.

Malam itu, aku berjanji menemaninya melihat bentuk rasi bintang. Katanya untuk melihat arah kemana kami harus pergi. Sayangnya malam itu aku tertidur dan saat pagi aku terbangun dia sudah tidak ada disini. Berkali-kali aku panggil namanya namun yang menyahut hanyalah gema suaraku sendiri dari balik pepohonan. "Bulaaaannnnn.... kalau kamu memang berniat untuk meninggalkanku, kenapa kamu harus membawa aku kesini dan tersesat ditempat yang tidak aku mengerti?" bersitku dalam hati.

Biasanya ada yang menyapaku setiap pagi. Dengan senyumannya yang aneh dan matanya yang seperti orang yang tidak tidur seminggu. Ah kenapa tiba-tiba aku rindu sama kamu anak aneh.... Baru beberapa minggu kamu datang dalam hidupku, tapi rasanya seperti telah terbiasa dengan kamu sepanjang hidupku. Hari ini tiba-tiba menjadi hampa tanpa kamu.

Hampir petang. Dengan ragu aku mengemas barang-barangku untuk pergi dari tempat ini. Ragu, karena aku tidak benar-benar ingin meninggalkan tempat ini. "Tapi untuk apa disini kalo kamu tidak ada disini, Bulan."

Langit mulai berubah warna. Matahari hampir tenggelam. Tiba-tiba saja entah dari mana datangnya dia sudah ada dihadapanku sambil membawa sepotong ikan bakar yang entah darimana dia ambil.

"Kamu KEMANAAAAAA?????" tanyaku setengah berteriak dan hampir menangis.

"Kamu yang kemana??? aku menunggu sampai hampir pagi dan kamu malah tertidur pulas???" Jawabnya sedikit emosi.

"Maaf. Malam itu aku sangat ketakutan. Tempat ini gelap sekali dan aku memilih untuk memejamkan mataku agar rasa takut itu hilang. Rasanya lama sekali aku memejamkan mata sambil menunggu suaramu memanggil. Namun ternyata aku tertidur begitu pulas sampai tiba-tiba sudah pagi dan kamu hilang. Kamu kemanaaaa????"

"Ya aku pergi sendiri ke tempat yang lebih tinggi, mencari tempat yang tepat untuk melihat rasi bintang."

"Kenapa tidak ajak aku???"

"Kan kamu tidurrrrrrr!!!!" Jawabnya kesal.

"Dulu aku takut gelap, sekarang aku takut kehilangan kamu." kalimatku terbata-bata berusaha agar tidak terdengar olehnya.

"Apaaaa???? Hahahahahahahahaha..."

"Kenapa kamu ketawa?"

"Baguslah aku berhasil membuatmu takut kehilangan aku."

"Maksudnya?"

"Yaaaa, siapa sih yang bisa menolak aku???" sambil merapikan poni rambutnya dengan tangan kanannya lalu memandang sombong ke arahku.

"Hahahahahahaha.... Speechless. Aku ga bisa ngomong apa-apa lagi. Sumpah baru kali ini aku ketemu sama orang yang super kepedean. Hahahaha..."

Dan malam itupun berakhir dengan riuh tawa kami dan sepotong ikan bakar yang dia bawa tadi.

****

Jumat, 12 Agustus 2016

Fiction : "BULAN" Part 3

Baru kali ini setelah berbulan-bulan, aku terbangun saat matahari sudah bersinar dengan teriknya.
Fiuh, dimana si anak kecil itu? Ah sudahlah mungkin dia sudah pulang kerumah ibunya. Pasti kakeknya akan memarahinya karena tidak pulang seharian. Entah bagaimana cara dia pulang kerumah. Mungkin seperti ceritanya bersembunyi di toilet kereta sampai penagih karcis lewat memeriksa penumpang. Ah dasar anak kecil gila.

Belum juga sempat bangun dari tempat tidurku, dan belum juga selesai memikirkan anak itu, tiba-tiba muncul makhluk aneh itu tepat di depan wajahku.

"Ayo cepat. Aku sudah mengemas semuanya. Kamu hanya punya waktu lima menit sebelum kita pergi meninggalkan rumah ini."

"Apa?"

"Sudah jangan banyak mikir, sekarang cepat bersiap karena waktumu hanya tersisa empat menit lagi."

Entah apa yang aku lakukan dan pikirkan. Yang jelas dia tidak memberiku kesempatan untuk berpikir dan dalam hitungan empat menit kurang satu detik kami sudah berlari keluar rumah. Pergi menuju ke tempat tidak tahu kemana. Melawan arah angin, menuju ke Barat tapi bukan untuk mencari kita suci. :D

Entah kemana ini, sepanjang jalan yang kulihat hanyalah pohon, ranting, daun, jalan setapak, dan akhirnya kami sampai di padang rumput yang luas ini. Indah sekali tempat ini, di sebelah barat ada bukit dengan hamparan pohon pinus yang berbaris dengan rapi. Ahhhh... aku ingin disini selamanya. Hanya itu yang terbersit dalam benakku. Disini aku merasa tenang. Disini aku melupakan semua bayangan kelam yang bertahun-tahun menyelimutiku. Disini aku..... Tidak... aku pasti salah... aku tidak benar-benar ingin ada disini. Sebentar lagi matahari akan pergi meninggalkan kami dan gelap itu kembali datang. Tempat ini akan menjadi tempat yang suram bahkan mungkin lebih mengerikan dari gelap yang dulu pernah kurasakan. Tidak, aku tidak ingin disini.

"Ayo pulang" ajakku.

Anak itu tak bergeming hanya memandangku aneh.

"Aku mau pulang."

"Kamu mau pulang kemana?"

"Ke rumah itu."

"Rumah yang telah membuatmu bodoh dan menyiksamu selama ini?"

Dan sekarang aku yang tak bergeming memandang kosong ke bukit pinus dihadapanku.

"Kamu siapa?"

Lagi, dia memandangku aneh dengan pertanyaanku yang tampak konyol menurutnya.

"Iya, maksudku namamu siapa. Sejak awal kita bertemu kamu tidak pernah memberitahuku siapa namamu."

Sambil berdiri dia menyodorkan tangannya ke arahku. "Bulan."

"Kenapa namamu Bulan?" tanyaku aneh.

"Entahlah. Mungkin karena tidak tahu lagi mau memberiku nama apa. Yang pasti aku beruntung dia tidak memberi nama depan "Datang" sebelum nama belakang "Bulan" kalo tidak pasti aku akan menjadi bulan-bulanan semua orang."

"Hahahahahahaha......."

"Lalu kamu siapa?"

"Lana" jawabku sambil membalas jabatan tangannya.

"Hah, Celana???"

"LANA, L-A-N-A."

"Oooohhh Lana. Kalau di daerahku perempuan itu dipanggil "ceu" jadi kalo kamu datang ke desaku kamu akan dipanggil ceu Lana. Jadi kalau namaku jadi "Datang Bulan", tanpa kamu aku jadi : "Datang Bulan tanpa ceu Lana"

"Hahhhh????" Sahutku sambil memandangi anak aneh itu tertawa terpingkal-pingkal.

Dan seperti biasa gelak tawa kami kembali memecah keheningan.

Cerita tak pernah berakhir. Tentang sebagian masa yang hilang dari hidupku, tentang hidupnya yang aneh, tentang kencan pertamanya yang membuat dia hampir tidak makan selama dua minggu, tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan, dan tentang kita, cerita yang baru saja di mulai.

Dia memang bulan, yang datang menerangi malamku yang gelap. Bulan sabit kecil yang menghapus air mataku pagi ini. Kecil memang,, tapi cahayanya mampu membuatku melihat ada harapan untuk hari esok. Malam tak lagi menakutkan. Cahayanya membuatku melihat kelap kelip bintang yang berhamburan dilangit cerah malam ini. Sedikitpun tidak ada rasa takut. Hanya saja masih ada terbersit rasa ngilu di ulu hati setiap kali tanpa sengaja mata menoleh ke arah hutan yang mengantarkan kami kesini.

Ah masa lalu. Aku harap engkau segera berlalu. Kumohon jangan ganggu aku lagi. Ijinkan aku bahagia disini, tanpa apa-apa, hanya ditemani sinar sang rembulan.

***
Bersambung







Kamis, 11 Agustus 2016

Fiction : "BULAN" Part 2

Senja hampir berlalu, gelap datang menyelimuti. Datang lagi rasa takut itu. Jendela, pintu, semua ku tutup rapat seolah tidak pernah terbuka. Hanya saja aku tidak bisa mengunci pintunya, karena aku memang tidak memiliki kuncinya. Kembali dalam sunyi, duduk merenung menunggu pagi.

"BRAKK"
Suara pintu yang terbuka itu mengagetkanku. Hanya sedikit cahaya yang membantuku untuk mengenali bayangan itu. Tidak, cahaya tidak membantuku, karena aku bahkan tidak berani untuk membuka mata.

"Hey, lihat ini aku bawakan onde untuk menemani cerita kita malam ini"

"Apaaaa???? gila!!! apa yang kamu lakukan disini???? Pergi!!! orangtuamu akan mencarimu dan aku takut akan ada orang yang melihat kita disini...."

Dengan sibuk dan panik aku menyuruh anak itu pergi. Tidak terbayang apa jadinya aku bila dia menemukan kami disini. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada diriku juga pada anak ini. 

"Kumohon, pergi sekarang juga, tutup pintu dengan rapat dan jangan pernah kembali ke sini!!!"

"Kenapa, disini tidak ada siapa-siapa, aku hanya seorang anak remaja yang menemani seorang wanita dewasa yang senang mendengarkan ceritaku dan terbahak-bahak pada leluconku, apa yang salah?"

"Aku menggunakan uang keretaku untuk membeli onde ini. Onde ini enak. Aku membelinya dari ibu tua di desa. Asal kamu tahu, butuh berjalan setengah jam hanya untuk membeli onde ini dan aku harus berlari super cepat agar kamu bisa menikmatinya selagi hangat, dan sekarang kamu suruh aku pergi???"

Sambil malu aku ambil sebuah kue onde dari tangannya. Masih hangat. Enak.
Sayup dibawah sinar bulan aku lihat wajahnya yang masih merah kelelahan dengan keringat bercucuran  dan detak jantung yang tidak beraturan.

"Terima kasih."  dan hanya itu kata yang terucap sampai akhirnya dia memecah keheningan dengan nyanyian tanpa nadanya yang membuat kami tertawa terbahak-bahak.

----

Entah jam berapa ini, yang jelas aku lupa bahwa saat ini aku sedang ketakutan. Rumah yang suram ini tiba-tiba berubah menjadi ceria dan penuh gelak tawa. Sambil menikmati bulan dan bintang, saat semua orang sibuk dengan mimpinya masing-masing, kami sibuk mentertawakan mimpi mereka. 

"Kenapa kamu kesini?" tanyaku.
"Kenapa kamu disini?" tanyanya.

"Seseorang yang katanya mencintaiku seperti laut mencintai pantai, membawaku kesini dan meninggalkanku tanpa alasan. Katanya dia akan kembali membawaku pada kebahagiaan. Sayangnya aku terlalu bodoh dan percaya. Padahal dia tidak akan pernah kembali kesini. Beberapa kali dia datang, ya sesekali, sekilas saja dia menanyakan keadaanku. Sekejap sambil menyembunyikan suara tawa dibelakangnya yang menariknya untuk segera pergi meninggalkanku. Katanya aku harus menunggu, entah sampai kapan. Yang pasti ini adalah tempat yang teraman dia menjagaku disini disaat dia pergi bersama orang lain."

"Kamu bodoh."

"Mungkin"

"Sampai kapan kamu mau bodoh?"

"Entahlah."

"Ini adalah tempat paling menyedihkan yang aku tahu."

"Kenapa kamu kesini kalo menurutmu ini tempat yang paling menyedihkan?"

"Suatu hari angin bertiup membangunkanku yang sedang tidur dibawah pohon. Angin membawa suara tangisan yang sangat menyedihkan. Aku coba menelusuri darimana angin itu datang dan sepertinya dia datang tepat dari depan rumah ini. Tidak terdengar suara apa-apa, tapi aku bisa merasakan kesedihan yang mendalam dari rumah ini. Ternyata kamu. Ya sudahlah lebih baik kita lupakan semua kesedihanmu dan besok kita pergi melihat dunia yang lebih indah."

"Ah gila, sedikitpun aku tidak akan pergi meninggalkan rumah ini. Bagaimana kalau dia datang dan mencariku sedang tidak ada disini?"

"Kamu berharap dia datang? Kamu mau dia datang dan menyiksamu dan mengurungmu lagi di tempat yang lebih jauh dan sepi?"

"Tidak"

Tanpa sadar aku meneteskan air mata, entah apa arti tangisan ini. Antara lega dan gundah. Mengapa aku menceritakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku ceritakan kepada siapapun. Bagaimana kalau dia tahu aku menceritakan semuanya kepada anak ini? Bagaimana kalau anak ini menceritakan kepada orang lain? Bagaimana kalau.......

Ah... anak kecil aneh ini sudah tertidur. Mungkin ceritaku seperti dongeng pengantar tidur dari ibunya. Matahari hampir terbit. Ya sudah, biar saja dia tidur. Semoga dia lupa akan cerita tentang mimpi buruk yang aku ceritakan malam ini.

Selamat tidur anak kecil.  

***
Bersambung

Selasa, 09 Agustus 2016

Fiction : "BULAN" Part 1

Akhirnya aku bisa melihat matahari pagi yang sudah lama tidak terbit di bumi hidupku

Akhirnya aku bisa membuka jendela dan membiarkan angin sepoi-sepoi menyeruak masuk menyegarkan seluruh pelosok rumah ini.

Perlahan, akhirnya aku berani membuka pintu rumah dan melangkah keluar.

Sudah terlalu lama aku terkurung disini. Seseorang yang dengan mengatas namakan cinta mengurungku ditempat gelap ini kemudian pergi meninggalkanku begitu saja. Entah dia lupa, entah dia sengaja, entah dia kemana. Yang aku tahu cahaya dari sela-sela pintu sudah ratusan kali berubah menjadi hitam.

Untung saja hidup masih mengijinkanku bernafas.

Katanya ini tempat paling aman untukku, diluar sana terlalu berbahaya. Dia tidak ingin kehilangan aku.

Takut.

Hanya itu yang bisa aku ingat saat pertama kali menjejakkan langkah di depan pintu ini. Bagaimana kalau dia tiba-tiba datang dan melihatku begini, melihat jendela terbuka, melihat pintu terbuka, dan melihatku tidak didalam rumah. Sudah terbayang bagaimana dia akan menarikku kedalam, menghempaskanku ke lantai dan mengurungku diruangan paling dalam di rumah kosong ini.

Dia menjagaku tanpa peduli rasa sakitku.
Dia menjagaku tanpa peduli rasa sepiku.

Aku tidak boleh merasa sepi, karena katanya ada dia yang selalu menemaniku.
Menemani dengan gema cacian dan teriakan yang tersimpan di balik tembok.
Sementara dia tertawa bersama manusia-manusia yang hanya kukenal dari gambar, dia lupa telah mengurungku ditempat sunyi ini.

Entah siapa yang membukakan kunci rumah ini.
Hampir tengah malam, ada bunyi "klik" dari pintu. Aku pikir dia datang. Ternyata bukan. Sampai pagi datang pintu tak kunjung terbuka. Tapi aku yakin ada yang membuka kuncinya atau mungkin sedang berusaha membuka kuncinya. Yang pasti aku tidak berani bergeming sampai pintu benar-benar terbuka.

Entah berapa malam yang telah berlalu, akhirnya pintu terbuka. Hanya dibuka sebentar lalu ditutup lagi. Entah siapa orang itu, gelapnya malam membuatku sulit untuk mengenalinya. Aku berharap bukan dia. Karena aku takut dia akan menyiksaku dan menahanku lebih lama ditempat ini.

Seorang anak remaja menghampiriku, sambil terkejut dia menyebut namaku dan seolah dia mengenaliku dengan baik. Entah untuk apa dia berusaha membuka pintu ini dan tanpa sengaja menemukanku disini. Sepertinya memang dia mengenalku dengan baik. Dia bercerita tentang aku dan masa laluku. Dia bercerita bahwa aku pernah hidup, aku suka tertawa, aku pernah bahagia. Cerita yang panjang dan aneh dan sangat sulit untuk aku percaya. Sebagian memori memang hilang dari ingatanku. Entah terbentur apa, yang pasti cerita anak ini seperti dongeng pengantar tidur setiap malam.

Anak ini datang dari jauh, perjalanannya kesini harus menggunakan kereta. Entah apa yang dia inginkan, dengan semangat dia bercerita tentang tahun-tahun yang lalu. Kadang bingung dengan ceritanya, tapi mendengarkan dia bercerita saja sudah cukup membuatku tertawa terbahak-bahak dan melupakan gelap yang bertahun-tahun menyelimutiku.

Setiap pagi dia mengetuk rumah kakeknya untuk meminta uang agar bisa naik kereta ke tempat ini. Menemaniku duduk dirumput sambil menikmati terik matahari membakar kulit, mendengarkan cerita anak kecil aneh ini, mengamati perilakunya, cerita cinta anak remaja, menangis karena tertawa sampai fajar tenggelam dan dia kembali dengan keretanya.

****
Bersambung