Senja hampir berlalu, gelap datang menyelimuti. Datang lagi rasa takut itu. Jendela, pintu, semua ku tutup rapat seolah tidak pernah terbuka. Hanya saja aku tidak bisa mengunci pintunya, karena aku memang tidak memiliki kuncinya. Kembali dalam sunyi, duduk merenung menunggu pagi.
"BRAKK"
Suara pintu yang terbuka itu mengagetkanku. Hanya sedikit cahaya yang membantuku untuk mengenali bayangan itu. Tidak, cahaya tidak membantuku, karena aku bahkan tidak berani untuk membuka mata.
"Hey, lihat ini aku bawakan onde untuk menemani cerita kita malam ini"
"Apaaaa???? gila!!! apa yang kamu lakukan disini???? Pergi!!! orangtuamu akan mencarimu dan aku takut akan ada orang yang melihat kita disini...."
Dengan sibuk dan panik aku menyuruh anak itu pergi. Tidak terbayang apa jadinya aku bila dia menemukan kami disini. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada diriku juga pada anak ini.
"Kumohon, pergi sekarang juga, tutup pintu dengan rapat dan jangan pernah kembali ke sini!!!"
"Kenapa, disini tidak ada siapa-siapa, aku hanya seorang anak remaja yang menemani seorang wanita dewasa yang senang mendengarkan ceritaku dan terbahak-bahak pada leluconku, apa yang salah?"
"Aku menggunakan uang keretaku untuk membeli onde ini. Onde ini enak. Aku membelinya dari ibu tua di desa. Asal kamu tahu, butuh berjalan setengah jam hanya untuk membeli onde ini dan aku harus berlari super cepat agar kamu bisa menikmatinya selagi hangat, dan sekarang kamu suruh aku pergi???"
Sambil malu aku ambil sebuah kue onde dari tangannya. Masih hangat. Enak.
Sayup dibawah sinar bulan aku lihat wajahnya yang masih merah kelelahan dengan keringat bercucuran dan detak jantung yang tidak beraturan.
"Terima kasih." dan hanya itu kata yang terucap sampai akhirnya dia memecah keheningan dengan nyanyian tanpa nadanya yang membuat kami tertawa terbahak-bahak.
----
Entah jam berapa ini, yang jelas aku lupa bahwa saat ini aku sedang ketakutan. Rumah yang suram ini tiba-tiba berubah menjadi ceria dan penuh gelak tawa. Sambil menikmati bulan dan bintang, saat semua orang sibuk dengan mimpinya masing-masing, kami sibuk mentertawakan mimpi mereka.
"Kenapa kamu kesini?" tanyaku.
"Kenapa kamu disini?" tanyanya.
"Seseorang yang katanya mencintaiku seperti laut mencintai pantai, membawaku kesini dan meninggalkanku tanpa alasan. Katanya dia akan kembali membawaku pada kebahagiaan. Sayangnya aku terlalu bodoh dan percaya. Padahal dia tidak akan pernah kembali kesini. Beberapa kali dia datang, ya sesekali, sekilas saja dia menanyakan keadaanku. Sekejap sambil menyembunyikan suara tawa dibelakangnya yang menariknya untuk segera pergi meninggalkanku. Katanya aku harus menunggu, entah sampai kapan. Yang pasti ini adalah tempat yang teraman dia menjagaku disini disaat dia pergi bersama orang lain."
"Kamu bodoh."
"Mungkin"
"Sampai kapan kamu mau bodoh?"
"Entahlah."
"Ini adalah tempat paling menyedihkan yang aku tahu."
"Kenapa kamu kesini kalo menurutmu ini tempat yang paling menyedihkan?"
"Suatu hari angin bertiup membangunkanku yang sedang tidur dibawah pohon. Angin membawa suara tangisan yang sangat menyedihkan. Aku coba menelusuri darimana angin itu datang dan sepertinya dia datang tepat dari depan rumah ini. Tidak terdengar suara apa-apa, tapi aku bisa merasakan kesedihan yang mendalam dari rumah ini. Ternyata kamu. Ya sudahlah lebih baik kita lupakan semua kesedihanmu dan besok kita pergi melihat dunia yang lebih indah."
"Ah gila, sedikitpun aku tidak akan pergi meninggalkan rumah ini. Bagaimana kalau dia datang dan mencariku sedang tidak ada disini?"
"Kamu berharap dia datang? Kamu mau dia datang dan menyiksamu dan mengurungmu lagi di tempat yang lebih jauh dan sepi?"
"Tidak"
Tanpa sadar aku meneteskan air mata, entah apa arti tangisan ini. Antara lega dan gundah. Mengapa aku menceritakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku ceritakan kepada siapapun. Bagaimana kalau dia tahu aku menceritakan semuanya kepada anak ini? Bagaimana kalau anak ini menceritakan kepada orang lain? Bagaimana kalau.......
Ah... anak kecil aneh ini sudah tertidur. Mungkin ceritaku seperti dongeng pengantar tidur dari ibunya. Matahari hampir terbit. Ya sudah, biar saja dia tidur. Semoga dia lupa akan cerita tentang mimpi buruk yang aku ceritakan malam ini.
Selamat tidur anak kecil.
***
Bersambung
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar